Sudewi2000’s Weblog

October 3, 2008

WISATA SEJARAH KARTINI, KULINER DAN BUAH TANGAN LASEM

Filed under: Traveling — Tags: , , , , , — sudewi2000 @ 1:41 pm

11 Juni 2007

Swary Utami Dewi)

Salah Satu Sudut Rembang (Foto: Swary Utami Dewi)

Salah satu kota impian yang sangat ingin kukunjungi sejak masih di bangku SD adalah Rembang. Pesona Kartini-lah yang mendorongku begitu ingin menginjakkan kaki di kota pantai ini. Di sinilah, pejuang perempuan Indonesia tersebut dimakamkan. Rembang sendiri terletak di pinggir pantai utara Jawa, masuk dalam wilayah Jawa Tengah. Pusat kota dilalui lalu lintas padat, terutama truk dan bis besar, baik siang dan malam hari. Tidaklah heran karena Rembang merupakan titik penting jalur pantura, singkatan dari pantai utara.

Meski menjadi salah satu titik pantura, perkembangan Rembang tidaklah semaju dua kabupaten tetangganya, Kudus dan Pati. Dua kabupaten ini terkenal karena berbagai pabrik seperti rokok rokok dan kacang, menjadikan perputaran ekonomi di 2 kota ini berjalan sangat baik. Berbeda dengan Rembang, baru masuk kota sudah terasa suasana sepi. Lebih sepi jika saja seliweran lalu lintas tidak menjarahinya.

Kabupaten ini masuk dalam daftar daerah tertinggal. Tingkat kemiskinan tergolong tinggi. Hampir 38 % dari sekitar 650 ribu penduduk Rembang, menurut data BPS, dikategorikan miskin. Kemiskinan meningkat drastis menjadi sekitar 60% pada saat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) diluncurkan pemerintah pusat.

Swary Utami Dewi)

Patung Kartini di Depan Kompleks Pemakaman Keluarga (Foto: Swary Utami Dewi)

Lantas, apa saja daya pikat Rembang yang kutemui dalam kunjungan dua hariku pada awal Juni 2007? Jawaban pertama sudah barang tentu makam Kartini. Kurang setengah jam perjalanan dari pusat kota Rembang, tempat peristirahatan pahlawan nasional ini sudah bisa ditemui. Makam perempuan kelahiran Jepara tersebut terletak di kompleks pemakaman keluarga besar Djojo Adiningrat. Djojo Adiningrat merupakan Bupati Rembang ke-6. Dialah yang menikah dengan Kartini dan menjadikannya sebagai istri kedua.

Kartini sendiri lahir pada 21 April 1879, saat sang ayah menjabat Wedono Mayong. Saat berusia dua tahun, RM Sosroningrat diangkat menjadi Bupati Jepara. Sedari kecil, Kartini sudah terlihat berkemauan keras dan cerdas. Karena kelincahan dan kegesitannya, sang ayah menggelarinya Trinil, sesuai dengan nama burung kecil yang terkenal lincah. Kartini mencurahkan pikiran-pikirannya yang tergolong maju pada zaman itu melalui surat-surat kepada dua sahabat Belanda-nya, Stella dan Ny. Abendanon. Kumpulan surat Kartini kemudian dibukukan oleh Mr J.H. Abendanon pada 1911, 7 tahun sesudah dia wafat, dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Perempuan tangguh ini mangkat 4 hari sesudah melahirkan anaknya, R.M. Soesalit. Statusnya sebagai istri dari Bupati Rembang, menjadikan kota ini dipilih sebagai tempat peristirahatan akhir Kartini.

Swary Utami Dewi)

Makam Kartini di Rembang (Foto: Swary Utami Dewi)

Di komplek pemakaman keluarga besar Djojo Adiningrat juga ditemui makam sang Bupati, istri pertama dan para turunannya. Semua tertata rapi di suatu tempat berpagar dan beratap, mirip rumah megah dan besar. Di dekatnya, ada sebuah bangunan baru dalam tahap pembangunan. Menurut keterangan penjaga makam, jika bangunan utama sudah penuh, maka turunan lainnya yang meninggal, bisa dikebumikan di bangunan baru tersebut.

Di luar pagar bangunan, ditemui patung besar Kartini, menggunakan kebaya sambil memegang sebuah buku. Dari samping, patung ini menampakkan kecantikan perempuan Jawa. “Cantik ya,” kataku sambil mengagumi tampilan anggun Kartini.

Swary Utami Dewi)

Salah Satu Penjual Lontong Tuyuhan (Foto: Swary Utami Dewi)

Magnet kedua kutemui dari wisata kuliner. Teman lamaku di kampus dulu, yang sekarang menjadi pejabat penting di Rembang mengajakku mencicipi lontong Tuyuhan. Sekitar 15 menit berkendaraan dari pusat kota , sampailah kami di Desa Tuyuhan. Nampak deretan warung-warung menyambut kedatangan para pencinta lontong. Tidak sabar aku mencicipi makanan ini dan rasanya, wow, betul-betul menggoyang lidah. Lontong yang dibungkus dengan daun pisang berbentuk segitiga ini beraroma wangi. Lauknya bervariasi, bisa ayam kampung atau telur yang dimasak serupa gulai pedas dan opor. Saat menyentuh lindah, kelembutan dan rasa nikmat penganan inilah yang terasa. Selain lontong Tuyuhan, beberapa jenis masakan lain juga sempat dicicipi. Sebut saja nasi uduk khas Rembang dan nasi gandul. Semuanya memang membuat lidah berdecap nikmat.

Hal lain yang biasa kucari saat mengunjungi suatu tempat adalah kerajinan tangan yang bisa kubawa pulang. Temanku menyebut batik. Kontan aku tertarik ketika diajak berburu batik Lasem. Sekitar 15 menit dari Rembang, menjelang sore, sampailah kami ke Lasem, salah satu kecamatan yang ada di kabupaten ini. Tempat tersebut terkenal karena tradisi membatik penduduknya. Beberapa home industry bisa ditemui. Aku mengunjungi suatu industri rumah tangga P, yang cukup terkenal di sana . Di tempat tersebut, ada semacam toko kecil yang memajang mayoritas batik tulis khas Lasem. Kata temanku, kalau siang hari datang, aku bisa menjumpai para pembatik yang bekerja di bagian belakang toko.

Aku yang menggemari warna merah maron dan sejenisnya, dengan cepat mencomot dua batik bermotif merah bercampur coklat. Per potong batik yang memiliki panjang sekitar 3 meter berharga ratusan ribu. Harga yang lumayan ini memang layak untuk batik tulis, yang dibuat dengan penuh ketekunan oleh para pembatik yang rata-rata sudah berusia lanjut. “Jika mau batik murah dan masal, memang bukan di sini tempatnya, Mbak,” jelas seorang bapak yang duduk denganku di pendopo rumah jabatan temanku. “Warna yang relatif cerah, merah dan biru, dipadukan dengan motif unik dengan garis tegas yang semua dilukis tangan, menjadikan batik Lasem istimewa. Kadang-kadang satu batik bisa diselesaikan berminggu-minggu,” jelas bapak tersebut, yang memperkenalkan diri sebagai pendamping para pembatik Lasem. “Karena itulah harganya lumayan mahal. Tapi puaskan Mbak, membelinya?” tanya si bapak yang kujawab dengan anggukan setuju.

Namun, ternyata, keunikan dan mahalnya batik Lasem per lembar, belum bisa menjadikan nasib para pekerja pembatik bernasib lebih baik. Per hari, mereka umumnya dibayar Rp 4 – 6 ribu. Jika batik yang dikerjakan tergolong rumit dan sulit dan sang pembatik sudah tergolong ahli, dalam seminggu mereka bisa mendapatkan Rp 150 ribu.

Selain itu, sekarang, seni kerajinan tangan tersebut lebih banyak digeluti oleh mereka yang berusia lanjut. Golongan muda nampaknya mulai menoleh pergi dari tradisi unik leluhur mereka ini. Rembang yang panas di siang hari, mulai terasa senyap sesudah magrib, kecuali hiruk pikuk jalan utama yang dilalui banyak truk dan bis.

Namun apakah semua ini tetap menjadikan kabupaten Rembang diam dan tetap dalam posisi wilayah tertinggal? Beberapa kekuatan yang disebut di atas, jika tergarap dengan baik, bisa sedikit membantu dalam memulihkan citra Rembang. Usaha home industry seperti batik, ditambah berbagai jenis penganan lain, jika dikelola dengan tepat, bisa jadi cukup berperan dalam memutar roda perekonomian kabupaten. Dalam hal ini, pemerintah daerah harus bisa melihat dengan jeli peluang yang bisa berfungsi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tidak untuk keuntungan pihak-pihak tertentu saja. Semoga Rembang bisa segera bangun dari tidur seperti slogan yang kulihat di salah satu sudut kota : Rembang bangkit!

4 Comments »

  1. ya mbak,sy orang rembang pinggir (5 km dari makam RA kartini arah rembang) ,rembang memang jauh tertinggal dibandingkan kabupaten tetangga lainnya.maka banyak yang merantau termasuk saya (bandung),punten..salam kenal.

    Comment by dil — October 17, 2008 @ 8:43 am

  2. wwoooww,,, asyik yo… aQ wong rembang,,., omah q pamotan.,., salam yo nggo wong rembang,.,..salam kanggo guru gus mus,,., slm karo adek2 / wong pondok… wasssalam yo…

    Comment by Zeyga sang baladewa — January 24, 2010 @ 2:12 pm

  3. betul banget mbk… saya jg orang rembang.tp wlo bgmn pn rembang adlh is the best.saya selalu kangen suasana kampungnya yang damai dan tenang,wisata kulinernya dan keindahan pesona alamnya. terutama pegunungan dan pantainya.sebab d tempat saya sekarang hampir tk menjumpai keindahan alam spt d rembang.yang ada hanya kesibukan aktivitas kerja dan kota.(batam).
    salam buat teman2 d kampung dan orang rembang semua…”ILOVE YOU FULL”

    Comment by GUFRON ALE — March 28, 2010 @ 1:31 pm

  4. Postingannya luar biasa….

    Comment by petualanganveri — July 3, 2011 @ 10:06 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.