Sudewi2000’s Weblog

April 4, 2010

BELAJAR DARI KETAPANG: SEMANGAT LOKAL MELESTARIKAN HUTAN

Filed under: Uncategorized — Tags: , , , , — sudewi2000 @ 3:00 pm

Ditulis dalam penerbangan Jakarta menuju Makassar, 4 April 2010

Maret 2010 lalu, saat menghadiri workshop bertemakan Hutan Desa di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, aku berkesempatan ngobrol saat makan malam dengan dua peserta. Salah satu di antaranya adalah Pak Siswanto, penduduk suatu desa di pinggiran Kabupaten Ketapang.

Pak Sis, paling kiri, bersama beberapa peserta workshop Hutan Desa di Ketapang (Foto: Swary Utami Dewi, Maret 2010)

Saat kutanya bagaimana pandangannya tentang peluang memanfaatkan kebijakan Hutan Desa yang telah diterbitkan Kementerian Kehutanan tahun 2008, Pak Sis, demikian kupanggil dia, menjawab dengan semangat.

“Ini kesempatan yang sudah lama dinanti-nanti, Bu. Kesempatan ini memberi peluang kepada masyarakat untuk tetap menjaga hutannya dari mereka yang selama ini bermaksud merusak hutan, “ jawabnya lugas.

Jawaban ini yang kemudian membawaku ke percakapan serius tapi santai dengan Pak Sis dan temannya dari desa lain, ditemani oleh seorang rekan dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.

Desa Pak Sis, menurutnya, terletak di pinggir hutan, dan masuk kategori hutan lindung. Mayoritas penduduk desa adalah salah satu sub-suku Dayak di Kalimantan Barat. Sisanya merupakan orang non-Dayak yang sudah tinggal turun temurun di desa tersebut.

”Saya turunan ketiga dari kakek nenek yang orang Jawa,” katanya ketika teman dari Dinas Kehutanan menebak namanya yang khas Jawa. ”Tapi kami berbaur dengan baik. Darah saya memang Jawa, tapi budaya yang saya miliki dan jalankan adalah budaya lokal: Dayak, ” jelasnya lebih lanjut.

Maka tidak heran jika Pak Sis dengan lancar menjelaskan arti fungsi hutan bagi masyarakat setempat mulai dari fungsi untuk melestarikan budaya, kepercayaan asli dan ekologis, serta fungsi ekonomi. Walaupun beragama Katolik, dia dapat menceritakan betapa hutan begitu berarti bagi mayoritas penduduk desa yang berdarah Dayak yang memiliki mitologi tersendiri tentang hutan.

Menjaga hutan juga berarti memelihara budaya masyarakat desa. Contohnya adalah budaya tanam dan mewariskan pohon-pohon karet dari satu generasi ke generasi lain. ”Karet di tempat kami tidak dipelihara khusus seperti perkebunan karet moderen. Bijinya ditaruh begitu saja dan ia akan tumbuh alami. Pohon-pohon karet akan ditumbuh disela-sela jenis tanaman lain misalnya buah-buahan seperti durian. Jenis karet lokal ini mampu disadap lebih lama dari jenis karet di perkebunan modern. Bahkan pohon karet yang diklaim milik satu keluarga, akan diturunkan dari bapak ke anak ke cucu.”

Dengan bangga, Pak Sis menceritakan bahwa pohon karet lokal ini mampu menghasilkan getah sadapan lebih banyak dari pohon karet perkebunan. Bahkan dalam waktu dekat akan ada rencana studi banding dari suatu perusahaan perkebunan milik negara ke desanya untuk mempelajari cara budidaya tradisional yang mampu menghasilkan lebih banyak hasil ini.

Lelaki berusia 30-an ini, melanjutkan bahwa selain menghasilkan getah sadapan yang bisa dijual dari hutan setempat, penduduk juga mendapat manfaat ekonomi dari berbagai hasil hutan bukan kayu. Buah-buahan adalah contoh nyata.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah kemampuan hutan untuk menyediakan dan melindungi sumber air bagi kepentingan penduduk setempat. ”Hutan kami juga menjaga fungsi sungai. Jika hutan rusak, hancur pulalah sungai yang menjadi penyangga kehidupan kami, ” tegasnya.

Saat ini, ketika alasan investasi juga mulai merambah masuk ke desa tempat tinggal Pak Siswanto, dia dan anggota masyarakat lain merasakan kekhawatiran ancaman tersebut. Rencana perluasan sawit masuk ke desa misalnya, membuat mereka mau tidak mau harus mengamankan hutan sekitar desa.

Maka, tidaklah heran jika Pak Sis, seperti halnya banyak petani dan masyarakat desa hutan lain di Indonesia, menyambut dengan gembira dan penuh harap kebijakan Hutan Desa ini. ”Kami paham bahwa Hutan Desa ini bisa dikelola secara adat. Inilah yang kami rencanakan untuk Hutan Desa kami nanti. Aturan adatlah yang akan kami pakai.”

Seiring dengan rencana pengajuan Hutan Desa tersebut, semakin besarlah harapan Pak Sis dan masyarakat desa lain, bahwa hutan-hutan mereka dengan segala fungsinya bisa terus terjaga dan terkelola tidak hanya bagi mereka yang ada sekarang ini, tapi juga sampai ke anak cucu nanti. Semoga harapan ini bisa segera terwujud.

1 Comment »

  1. Memang,kearifan lokal harus selalu dilestarikan ya..

    semangat……..

    Comment by andry sianipar — April 16, 2010 @ 6:12 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a reply to andry sianipar Cancel reply

Blog at WordPress.com.