Sudewi2000’s Weblog

October 1, 2008

UPAYA MEMBUDIDAYAKAN LUKUI, SI EKSOTIS DARI LOKSADO

10 Februari 2007

Swary Utami Dewi)

Anggrek Bulan Halong: Salah Satu Anggrek Asli Meratus (Foto: Swary Utami Dewi)

Loksado, salah satu kecamatan dalam lingkup Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, terkenal sebagai wilayah wisata di kawasan pengunungan Meratus. Menyebut Loksado bagi kebanyakan orang di Kalimantan Selatan, akan mengingatkan mereka pada air terjun, hutan yang relatif masih lebat dan kegiatan arung jeram (melanting) di Sungai Amandit. Dari Banjarbaru diperlukan waktu sekitar 3 jam untuk mencapai Kandangan, ibukota kabupaten, kemudian ditambah perjalanan 30 menit untuk sampai di Kecamatan Loksado.

Dari Loksado, perjalanan dilanjutkan dengan sepeda motor selama setengah jam. Tidak begitu mudah untuk mencapai Balai Haratai. Selain jalan yang ditempuh masih setapak dan berliku, kendaraan juga harus melewati lima jembatan gantung di atas sungai berbatu. Jantung agak deg-degan melewati jembatan yang kondisinya boleh dikatakan lumayan rusak. Beberapa bagian papan jembatan sudah hilang entah kemana. Belum lagi beberapa tepi jurang yang harus dilalui dengan kondisi jalan yang becek dan licin akibat guyuran hujan.

Syukran, penduduk Haratai yang menjadi joki motor, nampak lihai mengendalikan tunggangannya. Rasa khawatir agak terkurangi akibat kepintarannya mengalihkan pikiran dengan mengajak mengobrol sepanjang jalan. “Akhirnya Ibu datang juga setelah ditunggu beberapa kali,” ujar Syukran yang kusambut dengan cengiran mesem.

Syukran-lah yang sekarang menjadi salah satu pelopor pengembangan kembali upaya budidaya anggrek di Haratai yang sebelumnya sempat terhenti. Bagi masyarakat Haratai dan beberapa balai (kampung adat) lainnya, seperti Malaris, anggrek menjadi “bagian dari kehidupan mereka” yang hampir tidak tersentuh. Banyak terdapat di daerah mereka, dikenal turun temurun dengan nama lukut, tetapi tidak tersentuh dan dihargai, kecuali untuk tatamba, obat tradisional.

Balai Haratai terkadang juga mendapat kunjungan tamu luar, baik domestik maupun asing, dengan tujuan untuk melihat keindahan alamnya, masyarakatnya belum paham potensi luar biasa berbagai jenis anggrek khas Meratus di wilayahnya. Jika kebetulan ada beberapa turis yang iseng membawa keluar anggrek tersebut, belum ada larangan karena ketidaktahuan mereka.

Anggrek mulai disadari potensinya ketika beberapa pihak luar datang ke Malaris hanya untuk melihat atau membawa pulang anggrek tersebut. Konon ceritanya, seorang pemandu wisata bernama Amat pernah mengantar seorang turis Belanda yang hanya datang ke Loksado untuk mencari sejenis anggrek.

Ketika sebuah lembaga swadaya masyarakat, Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia, mulai melakukan pendampingan di beberapa balai di loksado mulailah penggalian dan pengembangan terhadap potensi anggrek dilakukan. Yayasan yang berbasis di Banjarbaru ini mulai masuk ke Balai Haratai dan Malaris pada 1999 untuk kegiatan advokasi tukar guling Meratus. Sebagai informasi, tukar guling pernah menjadi berita heboh saat suatu perusahaan kayu yang mendapat konsesi di Kalimantan Selatan diberikan wilayah hutan alam Meratus untuk dieksploitasi melalui keputusan gubernur. Gantinya, wilayah konsesi perusahaan yang sudah dibabat hutannya, untuk dihutankan kembali menjadi hutan lindung.

Dua tahun bergaul dengan masyarakat di dua balai dalam rangka advokasi, membuat Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia melihat hal lain yang perlu dikembangkan bersama masyarakat. Saat advokasi dilakukan, beberapa pertemuan kampung digelar. Advokasi ternyata tidak cukup. Masyarakat mengeluhkan pendapatan yang tidak stabil. Harga beberapa komoditas utama, seperti karet, damar, kemiri dan kayu manis turun naik. Padahal komoditas yang selama ini diperoleh dari hutan atau kebun masyarakat inilah yang sekian lama menjadi penyangga kehidupan.

Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia bersama-sama masyarakat kemudian melakukan studi potensi sumber daya alam yang ada di Meratus. Anggrek kemudian teridentifikasi sebagai salah satu potensi. Ini sejalan dengan ketertarikan pihak luar terhadap anggrek eksotis Meratus. Beberapa jenis anggrek yang dikenal bagus dan mahal di pasaran berhasil diidentifikasi, misalnya Gramotophilum spesioum (anggrek tebu), Paphiopedilum lowii dan Paphiopedilum supardii (anggrek nanas).

Sekitar 2002, seorang anggota masyarakat Malaris mendapat kesempatan melakukan magang belajar budidaya anggrek di suatu tempat. Kegiatan ini didukung oleh sebuah donor skema kecil. Namun, sepulangnya dari belajar, budidaya anggrek Loksado jalan di tempat. Hidup segan, matipun tidak.

Empat tahun kemudian, upaya mendorong budidaya anggrek dihidupkan kembali. Dua masyarakat Loksado dari Balai Haratai dan Meratus melakukan magang budidaya anggrek di Jawa Barat pada Juni 2006. Selain Syukran dari Haratai, Amat pemukim Malaris juga berangkat belajar membudidayakan aset eksotis Lokdaso ini. Kali ini yang mendukung adalah Program Kerjasama Multipihak Departemen Kehutanan dan Pemerintah Inggris 2000-2006.

Program tidak hanya mendukung kegiatan magang, tapi juga kegiatan seminar untuk mendapatkan masukan dari para ahli dan penggelut pasar anggrek. Survei pasar awal di Banjarmasin juga dilakukan. Selain itu, dua buah green house, rumah budidaya anggrek juga didirikan masing-masing di Haratai dan Malaris pada 2006.

Hasil kegiatan ini mulai terlihat. Beberapa anggota masyarakat di dua balai sudah mulai memperlihatkan ketrampilan budidaya. Anggrek yang selama ini tumbuh liar di hutan Meratus, dipilih dan mengalami tindak budidaya. Beberapa anggrek budidaya yang masih ditempatkan di pot-pot kecil maupun digantung di pohon mulai terlihat berbunga, seperti berlomba menunjukkan keindahannya.

Pot sudah banyak terisi, anggrek sudah bisa dikembangbiakkan dan menghasilkan bunga. Namun ini bawa awal dari perjalanan. Langkah berikut masih panjang. Menghantarkan anggrek Loksado ke pasar untuk menjadikannya primadona dan memperkuat kerjasama kelompok masyarakat dalam mengelola budidaya, menjadi pekerjaan rumah yang masih memerlukan perjalanan panjang.

Ketika menghadiahkan beberapa jenis anggrek untuk dibawa pulang, seorang pemuda Malaris yang giat membantu kegiatan budidaya berpesan,” Jika anggrek sudah memiliki anak, induknya harap dikembalikan ke kami untuk kemudian dipulangkan lagi ke hutan Meratus. Demikianlah cara menjaga agar lukui tetap menjadi bagian dari alam Meratus.”

1 Comment »

  1. Tolong jaga dan lestarikan alam hutan Loksado dari penambang-penambang yang hanya menginginkan uang dan harta tanpa memikirkan kerusakan hutan nantinya.
    Hutan ini adalah warisan untuk anak cucu kita di masa depan.

    Comment by Kamal Ansyari — March 1, 2010 @ 8:39 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.